Assalamualaikum gengs ...
Kali ini saya mencoba memposting hasil karya saya sewaktu masih duduk dibangku Madrasah, dimana poni lempar Andika-KangenBand masih happpening :D Saya sendiri masih nggak percaya, waktu itu bisa nulis artikel dengan bobot kata berat yang "enggak gue banget"... Dan yang bikin nggak percaya lagi, waktu presentasi saya tidak memakai slide show seperti peserta lain tapi bisa dapet Juara. Hehehehe :D
DIBALIK KRISIS MINAT BACA MASYARAKAT
Oleh ; Kurniawan Novianto
Siswa MA Ash-Shonadiyah Tuban
(Juara Harapan I Lomba Artikel Ilmiah tk SMA se-Kabupaten Tuban)
Mungkin kita tidak menyadari bahwa tanggal 17 Mei lalu diperingati sebagai Hari Buku Nasional. Memang momentum tersebut kalah pamor jika dibandingkan dengan momentum lainnya seperti Hari Ulang Tahun RI (17 Agustus), Hari Pendidikan Nasional (2 Mei), Hari Kebangkitan Nasional (20 Mei), Hari Kartini (21 April) dan lain sebagainya. Hal itu disebabkan karena kurangnya aktivitas yang terkait dengannya seperti membaca atau menulis di kalangan masyarakat. Ada salah satu ungkapan yang sering kita dengar. Yakni, “Buku adalah Gudang Ilmu”. Sepintas, ungkapan tersebut terkesan sederhana dan simple, akan tetapi memiliki makna yang sangat penting didalamnya.
Bagi umat Islam, tentunya kita sudah tidak asing lagi dengan kisah turunnya wahyu pertama kepada Nabi Muhammad SAW. Kata pertama yang disampaikan oleh Malaikat Jibril adalah “ Iqro” yang artinya baca atau bacalah, sebagaimana tertuang dalam QS Al-Alaq ayat 1-5. Yakni, “Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajarkan (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. ” Dengan begitu, berkat membaca kelak kita bisa lebih mengenal Allah SWT. Tak hanya itu, kita juga bisa mengenal alam semesta dan diri sendiri. Hal ini berarti bahwa Allah SWT memerintahkan umat Islam untuk membaca. Jadi, membaca hukumnya bisa menjadi fardhu ain (wajib). Hanya saja, dalam realitasnya aktivitas tersebut tidak mudah untuk diwujudkan. Apa maksudnya?
Dari data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2006. Bahwa, masyarakat kita belum menjadikan kegiatan membaca sebagai sumber utama mendapatkan informasi. Orang lebih memilih menonton TV (85,9%) dan/atau mendengarkan radio (40,3%) ketimbang membaca koran (23,5%) (www.bps.go.id ). Data lainnya, misalnya International Association for Evaluation of Educational (IAEE). Tahun 1992, IAEE melakukan riset tentang kemampuan membaca murid-murid sekolah dasar (SD) kelas IV 30 negara di dunia. Kesimpulan dari riset tersebut menyebutkan bahwa Indonesia menempatkan urutan ke-2 kategori miskin minat baca. Angka-angka itu menggambarkan betapa rendahnya minat baca masyarakat Indonesia, khususnya anak-anak SD. Padahal, jika dikaitkan dengan perintah Allah SWT tadi, seharusnya bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam mampu melakukan aktivitas membaca tadi sebagai kebiasaan. Namun sampai sekarang masih banyak kita jumpai bangsa Indonesia yang buta aksara.
Dalam buku yang berjudul “Bung Karno Bapakku, Sahabatku, Guruku, & Pemimpinku”, disebutkan bahwa minat baca generasi muda sekarang ini jauh lebih buruk dari generasi Bung Karno. Ketika beliau diasingkan di Sukamiskin, hari-harinya selalu diisi dengan membaca, dan menulis. Ketika beliau hendak menulis, ia mengangkat bak yang ada dibawah kolong tempat tidurnya lalu dibaliknya dan digunakan sebagai pengganti meja. Hingga pada akhirnya lahirlah buku berjudul “ Indonesia Menggugat”. Sampai sekarang ada sekitar kurang lebih 2400 buku yang tersimpan di perpustakaan pribadi beliau di Blitar (satu komplek dengan makam Bung Karno). Kesemuanya adalah hasil karangannya sendiri. Sedangkan kita?
Ada banyak sekali faktor yang mempengaruhi minat baca bangsa Indonesia. Pertama, karena dampak dari kemajuan teknologi dan globalisasi. Salah satu cirinya adalah, dari weight menjadi speed . Dulu, kualitas suatu benda dinilai dari beratnya. Akan tetapi, sekarang benda dinilai dari kecepatannya. Maksudnya cepat dalam menyampaikan informasi dan berkomunikasi. Hal tersebut juga ditandai dengan melokalnya sesuatu yang berasal dari luar (baca: Globalisasi). Dijaman yang serba global ini, yang dibutuhkan adalah benda yang praktis. Harap maklum, karena masyarakat Indonesia memang sangat terbuka ( opened), serta tidak kritis dalam menerima segala sesuatu yang terjadi.
Kedua, ketiadaan sarana dan prasarana yang memadai. Apalagi bagi kalangan menengah kebawah. Bisa dibayangkan aktivitas tersebut tanpa adanya sarana dan prasarana yang bermutu. Dengan kata lain, ketersediaan bahan bacaan yang memadai dan bermutu akan menarik minat masyarakat untuk semakin cinta membaca. Implikasinya, diharapkan tingkat kecerdasan masyarakat kian meningkat. Perkembangan minat baca juga harus diimbangi dengan ketersediaan dan kemudahan akses buku dan ragam bacaan lainnya. Jika tidak, minat baca tersebut akan kembali lagi ke titik nol. Pemerintah lewat salah satu institusinya yang bernama perpustakaan harus berupaya untuk memberikan kemudahan dan ketersediaan akses dalam lingkup masyarakat umum dan sekolah. Semakin besar peluang masyarakat untuk membaca melalui fasilitas yang tersebar, semakin besar pula stimulasi membaca sesama warga masyarakat.
Ketiga, rendahnya kesadaran masyarakat Indonesia akan arti penting dari membaca sejak dini. Padahal, jika kita ingin mencetak kader yang berkualitas, maka tradisi ilmiah seperti membaca dan menulis harus dibiasakan sejak dini. Bahkan kita dianjurkan untuk memperkenalkan aktivitas membaca sejak usia 0–2 tahun. Apa pasal? Sebab, pada masa 0-2 tahun inilah perkembangan otak anak amat pesat (80% kapasitas otak manusia dibentuk pada periode dua tahun pertama) dan reseptif (mudah untuk menyerap apa saja dengan memori yang masih kuat). Ada satu fakta yang seringkali masyarakat lupa, bahwa kepekaan dan variasi kebutuhan informasi di masyarakat itulah yang menyebabkan keberhasilan berbagai macam bacaan. Minat baca tergantung pada bagaimana masyarakat menganggap penting tidaknya dari informasi yang akan ia dapat dari bacaan tersebut. Sekaligus kemampuan memilih dan memilah informasi yang akan dikonsumsi. Karena pada dasarnya, media teks apapun itu merupakan kemasan/ bentukan luar informasi saja.
Dengan demikian, pamrih meningkatkan budaya membaca berbanding lurus dengan bagaimana memberi kesadaran tentang pentingnya informasi yang akan mereka dapat. Persepsi tentang informasi tersebut juga merupakan faktor penentu mengapa orang malas atau rajin membaca. Sejauh informasi dianggap tidak penting, maka sejauh itu pula minat baca tetap jeblok.
Bagaimana dengan masyarakat yang berada di daerah yang terpencil? Minat baca dapat ditanamkan dibangku pendidikan yaitu sekolah, baik dari tingkat dasar maupun sampai ke perguruan tinggi (kalau ada). Siswa dibiasakan untuk gemar membaca. Namun, kendala lain yang dirasa masih berat oleh masyarakat pedesaan adalah mahalnya biaya pendidikan itu sendiri. Mereka selalu mengeluh tidak dapat menyekolahkan anaknya karena tidak mempunyai biaya yang cukup. Mereka merasa sangat terbebani dengan biaya yang bermacam-macam itu. Jeratan inilah yang akhirnya membuat para orang tua/ wali murid menjadi berfikir secara tidak rasional. Dalam buku yang berjudul “ Pendidikan Rusak-Rusakan ” karya Darmaningtyas, bahwa kesalahan pemerintah terdapat pada peletakan dana untuk sekolah. Sekolah negeri yang mayoritas dihuni oleh kalangan menengah ke atas, biaya sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah. Sedangkan sekolah swasta, biaya ditanggung oleh orang tua/ wali murid itu sendiri. Lembaga pendidikan telah kehilangan ruh dari pendidikan itu sendiri. Lembaga pendidikan tak jauh berbeda dengan pasar swalayan. Pembeli bisa mengambil barang apapun yang mereka suka hanya dengan berbekal uang. Jadi, hanya yang mempunyai uang saja yang boleh sekolah. Apakah ini adil? Bagaimana bisa meningkatkan minat baca, jika masih ada diskriminasi antara si kaya dan si miskin. Kesenjangan sosial dirasa masih sangat besar. Lalu, dimana peran pemerintah selama ini?
Untuk menghadapi situasi seperti ini, pemerintah bisa mengadakan program sosialisasi budaya membaca, pameran-pameran buku, lomba penulisan dan penghargaan terhadap masyarakat untuk memacu potensi diri dengan membaca Jadi bagi seseorang yang berkeinginan mengembangkan kemampuan potensi diri dalam berkarya dapat dilakukan dengan membaca buku-buku gratis diperpustakaan. Program membaca ini memang akan memegang peranan penting bagi bangsa Indonesia. Diharapkan melalui budaya membaca akan dapat membantu pemerintah dalam mencetak insan yang berkualitas secara emosional dan intelektual, terutama dalam bidang pengetahuan
Sedangkan ditingkat sekolah, rendahnya minat baca dapat diatasi dengan perbaikan sarana & prasarana yang ada. Seluruh warga sekolah seharusnya ikut bertanggung jawab atas kondisi perpustakaan yang selama ini cenderung memprihatinkan. Padahal, perpustakaan merupakan salah satu tempat dimana siswa mencari sumber-sumber informasi. Sehingga siswa merasa nyaman untuk berlama-lama di perpustakaan.
Di kota – kota besar seperti Jakarta, beberapa kaum dermawan yang peduli akan rendahnya minat baca, memberikan sumbangan dengan adanya perpustakaan keliling dengan menggunakan mobil. Tentu saja aktivitas ini sangat membantu dalam menggalakkan gerakan “Mari Membaca” , akan tetapi jumlahnya masih minim dibandingkan dengan banyaknya kebutuhan. Dan tentunya peran Pemerintah Daerah disini sangat besar untuk memacu hal tersebut dapat terjadi. Dapat dibayangkan seandainya hal tersebut terjadi, maka sedikit demi sedikit masalah – masalah sosial akan dapat diatasi. Misalnya saja dalam bidang pertanian, jika perpustakaan keliling menyediakan buku – buku tentang teknik pertanian yang baik, dan bermutu akan meningkatkan pola berfikir para petani sehingga sedikit demi sedikit pembaharuan pertanian yang semula hanya tradisionalis menjadi lebih modern, contoh nyata yang bisa dilihat adalah pertanian dengan sistem hidroponik dalam penanaman sayuran dan buah.
Dalam bidang lain dapat kita lihat juga bidang wiraswasta, tidak dapat dipungkiri masalah sosial saat ini yang terjadi di masyarakat adalah banyaknya pengangguran terdidik. Hal tersebut terjadi karena tidak adanya keseimbangan antara jumlah tenaga kerja produktif dengan jumlah peluang kerja. Dengan disediakannya buku – buku yang memuat tentang wira usaha melalui perpustakaan keliling, tentu akan sangat membantu menumbuhkan ide – ide kreatif yang membangun, sehingga terciptalah produk – produk yang kompetitif. Misalkan saja mengenai pemanfaatan limbah usaha konveksi, limbah tempurung kelapa, dan lain sebagainya. Tidak dapat dipungkiri banyak manfaat yang didapat dari kegiatan membaca, dengan membaca kebodohan akan terkikis dan akan menjauhkan dari kemiskinan yang selama ini menjadi masalah yang belum bisa diatasi di Negara kita tercinta ini.
Tentunya merupakan impian terbesar jika bangsa kita ini terbebas dari jerat masalah perekonomian yaitu kemiskinan, untuk itulah salah satu cara yang dapat dipakai adalah dengan memupuk dan melestarikan kegiatan membaca dalam masyarakat. Dalam hal ini secara garis besar untuk meningkatkan minat baca dapat kita simpulkan sebagai berikut :
- danya dukungan dari pihak penyedia sarana dan prasarana dalam hal ini adalah pemerintah, untuk memberikan dukungan berupa pengadaan perpustakaan umum dan perpustakaan keliling yang mudah dijangkau oleh masyarakat.
- Tiap keluarga dianjurkan untuk memiliki perpustakaan keluarga, sehingga perpustakaan dapat dijadikan sebagai tempat yang menyenangkan ketika berkumpul bersama. Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah dukungan dari masyarakat terkecil yaitu keluarga untuk menanamkan kegiatan membaca sejak dini.
- Di sekolah diadakan perbaikan fasilitas sarana perpustakaan sekolah dengan menambah jumlah buku yang berkualitas danmemadai. Dengan kata lain ketersediaan bahan bacaan memungkinkan tiap orang dan / atau anak – anak untuk memilih apa yang sesuai dengan minat dan kepentingannya.
- Pemerintah seyogyanya bisa mengusahakan agar harga buku yang berkualitas tersebut dapat dijangkau oleh semua golongan. Sehingga masyarakat kurang mampu yang gemar membaca bisa mendapatkan buku yang ia pilih untuk mengeksplorasi minat dan bakatnya
Pada intinya, perpustakaan harus fokus dalam pemberian solusi dalam 3 bidang penting yang saling berkaitan yaitu transformasi informasi, mengembangkan inovasi layanan, dan membuka ruang bagi perkembangan teknologi informasi. Tidak perlu slogan atau memasang spanduk besar dan yang semacamnya hanya untuk meningkatkan minat baca masyarakat. Cukup dimulai dari diri kita sendiri. Diharapkan melalui budaya membaca akan dapat membantu pemerintah dalam mencetak insan yang berkualitas secara emosional dan intelektual, terutama dalam pengetahuan.
BANYAK BACA BANYAK TAHU, BANYAK TAHU BANYAK ILMU, BANYAK ILMU PASTI MAJU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar