Source from: baranews.co |
Prostitusi dengan segala perniknya telah lama diperlakukan sebagai
komoditas yang terbukti sangat laku dipasaran.Prostitusi itu sendiri
konon merupakan “Profesi”paling tua sepanjang sejarah kehidupan
manusia.Disetiap zaman selalu ada upaya untuk menghambat dan memelihara
keberadaannnya.Motivasi orang untuk menceburkan diri dalam bisnis inipun
cukup beragam,bukan hanya factor keterdesakan ekonomi,tetapi juga
karena factor keterjebakan pada arus “Trend” perilaku seksual yang “Just
for having fun”.
Jika dulu kita kerap menjumpai kasus “Pernikahan Dini” karena ada perjodohan,maka kini kita hidup dalam suatu lingkungan modern yang menerima budaya seks bebas(aktifitas seks diluar bingkai pernikahan yang sah).Sepertinya saat ini kita sudah tidak terkejut lagi mendengar berita kasus-kasus hamil diluar nikah,kumpul kebo,aborsi dan sebagainya dimedia cetak maupun televisi. Padahal lima atau sepuluh tahun yang lalu masalah-masalah itu masih ditabukan dan dianggap cukup memalukan.Jika dulu orang dewasa malu mengakui hamil diluar nikah,kini kita hamper setiap hari dicekoki pelbagai media massa baik cetak maupun elektronik dengan berita hamil dari hasil perselingkuhan,kumpul kebo,atau aktifitas penyimpangan seks lainnya(gay,lesbihan,dan sejenisnya).Kesemuanya itu secara tidak sengaja atau tersamar merupakan kampanye untuk gerakan “Free Sex”.
Prostitusi telah menjelma menjadi sebuah hal yang sulit ditebak. Pergerakan mereka sangatlah dinamis seiring berkembangnya jaman. Ayam kampus adalah sebutan bagi mahasiswi yang punya “Double Job” menjadi pelacur di dunia kampus. Sepak terjang ayam kampus lebih susah ditebak dibanding dengan pelacur-pelacur yang biasa berjejer dikawasan prostitusi dan lokalisasi. Merebaknya fenomena”Ayam Kampus” bisa disebut sebagai salah satu bukti yang mengindikasikan telah tersebarnya pelacuran hingga kelingkungan intelektual yang selama ini kita banggakan sebagai garda depan kehormatan bangsa.Lalu, apa itu "Ayam Kampus"?
Pemakaian istilah “Ayam” lebih ditekankan karena sifat ayam itu sendiri, khususnya dalam masalah seks. Bisa kita lihat bahwa jika “Ayam” mau kawin, dia tidak peduli dengan siapa dia berhubungan asal puas dan hasratnya bisa tersalurkan, maka permasalahannya selesai tanpa memikirkan resiko dan dampaknya. Sedangkan Kampus adalah tempat untuk melakukan suatu kegiatan perkuliahan yang sedang diselenggarakan, yang didalam tersebut terdapat dosen, mahasiswa, tata usaha dan para karyawan lainnya. Untuk pembahasan penelitian saya kali ini lebih menitik beratkan ke mahasiswinya (peserta didik).
Jadi “Ayam Kampus”adalah pelaku “Free Seks” dimana mereka masih terdaftar sebagai mahasiswi pada sebuah lembaga pendidikan universitas baik diploma ataupun sarjana. Sedangkan untuk konsumennya sendiri berasal dari luar lingkungan lembaga pendidikan universitas tersebut, seperti om-om yang berduit atau eksekutif muda.
Jika dulu kita kerap menjumpai kasus “Pernikahan Dini” karena ada perjodohan,maka kini kita hidup dalam suatu lingkungan modern yang menerima budaya seks bebas(aktifitas seks diluar bingkai pernikahan yang sah).Sepertinya saat ini kita sudah tidak terkejut lagi mendengar berita kasus-kasus hamil diluar nikah,kumpul kebo,aborsi dan sebagainya dimedia cetak maupun televisi. Padahal lima atau sepuluh tahun yang lalu masalah-masalah itu masih ditabukan dan dianggap cukup memalukan.Jika dulu orang dewasa malu mengakui hamil diluar nikah,kini kita hamper setiap hari dicekoki pelbagai media massa baik cetak maupun elektronik dengan berita hamil dari hasil perselingkuhan,kumpul kebo,atau aktifitas penyimpangan seks lainnya(gay,lesbihan,dan sejenisnya).Kesemuanya itu secara tidak sengaja atau tersamar merupakan kampanye untuk gerakan “Free Sex”.
Prostitusi telah menjelma menjadi sebuah hal yang sulit ditebak. Pergerakan mereka sangatlah dinamis seiring berkembangnya jaman. Ayam kampus adalah sebutan bagi mahasiswi yang punya “Double Job” menjadi pelacur di dunia kampus. Sepak terjang ayam kampus lebih susah ditebak dibanding dengan pelacur-pelacur yang biasa berjejer dikawasan prostitusi dan lokalisasi. Merebaknya fenomena”Ayam Kampus” bisa disebut sebagai salah satu bukti yang mengindikasikan telah tersebarnya pelacuran hingga kelingkungan intelektual yang selama ini kita banggakan sebagai garda depan kehormatan bangsa.Lalu, apa itu "Ayam Kampus"?
Pemakaian istilah “Ayam” lebih ditekankan karena sifat ayam itu sendiri, khususnya dalam masalah seks. Bisa kita lihat bahwa jika “Ayam” mau kawin, dia tidak peduli dengan siapa dia berhubungan asal puas dan hasratnya bisa tersalurkan, maka permasalahannya selesai tanpa memikirkan resiko dan dampaknya. Sedangkan Kampus adalah tempat untuk melakukan suatu kegiatan perkuliahan yang sedang diselenggarakan, yang didalam tersebut terdapat dosen, mahasiswa, tata usaha dan para karyawan lainnya. Untuk pembahasan penelitian saya kali ini lebih menitik beratkan ke mahasiswinya (peserta didik).
Jadi “Ayam Kampus”adalah pelaku “Free Seks” dimana mereka masih terdaftar sebagai mahasiswi pada sebuah lembaga pendidikan universitas baik diploma ataupun sarjana. Sedangkan untuk konsumennya sendiri berasal dari luar lingkungan lembaga pendidikan universitas tersebut, seperti om-om yang berduit atau eksekutif muda.
Modusnya pun beragam, diantaranya
Faktor Ekonomi
Sebagai seorang mahasiswi, mereka pastilah memerlukan biaya yang tidak sedikit, tidak hanya biaya kuliah saja tetapi juga untuk menunjang penampilan mereka sendiri sehari-hari. Bagi mahasiswi sekarang penampilan adalah sesuatu yang mutlak meskipun tidak semaunya seperti itu. Tapi paling tidak dengan penampilan akan menunjang pergaulan mereka. Proses praktik “Ayam Kampus” itu sendiri kadang memang dikaitkan dengan proses akademika yang mahal. Padahal jika kita tinjau para orang tua yang menyekolahkan anaknya diperguruan tinggi pastilah sudah memiliki perhitungan yang ekstra matang tentang masalah financial tersebut. Dan untuk tuntutan mode kemungkinan lepas dari perhitungan ekonomi orang tua mereka yang satu-satunya penyandang dana utama dalam proses pembiayaan akademik yang dijalani si anak.Misal saja budget orang tua hanya untuk dana kuliah dan sewa kost, sementara untuk beli baju, ke salon dan kosmetik ataupun kencan lepas dari kalkulasi orang tua mereka.Oleh sebab itu mereka mencari tambahanuang dengan cara yang menurut mereka lebih cepat menghasilkan uang dengan jumlah yang lumayan pula tanpa bersusah payah yaitu dengan menjadi pekerja seks atau biasa disebu
t sebagai “Ayam Kampus”.
Faktor Pelarian / Kepuasan
Dalam paradigma masyarakat modern seperti sekarang ini, cinta sudah tidak dibutuhkan lagi untuk melakukan seks bebas. Hubungan intim dengan lawan jenis dapat didasari oleh perasaan yang kecewa karena dikhianati oleh kekasihnya. Atau aktifitas ini hanya untuk “ having fun” ( kesenangan sesaat ). Pada kasus seperti inilah biasanya mereka berpikir menjadi “Ayam Kampus” dapat memuaskan hasratnya. Dan bagi pribadi yang datang dari keluarga menengah keatas, materi atau uang bukanlah persoalan,tetapi kepuasanlah yang mereka cari. Kebutuhan manusia yang tidak pernah terpuaskan itulah yang mendorong mereka untuk mencari kepuasan tersendiri yaitu dengan jalan melacurka harga diri dan masa depannya.
Faktor Kurangnya Perhatian / Kontrol Orang tua
Untuk menuntut ilmu di perguruan tinggi baik negeri maupun swasta banyak mahasiswa yang harus tinggal dirumah kost. Maka mereka mau tidak mau harus beradaptasi ditempat tinggal yang baru, seperti tinggal dilingkungan baru, teman baru dan situasi yang sama sekali berbeda dari daerah asalnya. Dan secara otomatis mereka jauh dari orang tua, hal inilah yang nantinya menjadi pemicu karena dilingkungan yang baru ini biasanya mereka bebas melakukan apa saja tanpa ada pengawasan dan control dari orang tua mereka. Mereka bebas berpikir, bebas berbuat dan bertindak,bebas bergaul dengan siapa saja. Dari sinilah faktor untuk menjadi “Ayam Kampus” sangat berpengaruh, karena mereka menganggap jauh dari orang tua maka bebas untuk melakukan segala hal, yang kemudian secara tidak sadar langsung mereka akan mencari perhatian diluar yaitu dengan om-om berduit yang bisa memberikan perhatian sekaligus memberikan apa saja yang mereka inginkan.
Faktor Ekonomi
Sebagai seorang mahasiswi, mereka pastilah memerlukan biaya yang tidak sedikit, tidak hanya biaya kuliah saja tetapi juga untuk menunjang penampilan mereka sendiri sehari-hari. Bagi mahasiswi sekarang penampilan adalah sesuatu yang mutlak meskipun tidak semaunya seperti itu. Tapi paling tidak dengan penampilan akan menunjang pergaulan mereka. Proses praktik “Ayam Kampus” itu sendiri kadang memang dikaitkan dengan proses akademika yang mahal. Padahal jika kita tinjau para orang tua yang menyekolahkan anaknya diperguruan tinggi pastilah sudah memiliki perhitungan yang ekstra matang tentang masalah financial tersebut. Dan untuk tuntutan mode kemungkinan lepas dari perhitungan ekonomi orang tua mereka yang satu-satunya penyandang dana utama dalam proses pembiayaan akademik yang dijalani si anak.Misal saja budget orang tua hanya untuk dana kuliah dan sewa kost, sementara untuk beli baju, ke salon dan kosmetik ataupun kencan lepas dari kalkulasi orang tua mereka.Oleh sebab itu mereka mencari tambahanuang dengan cara yang menurut mereka lebih cepat menghasilkan uang dengan jumlah yang lumayan pula tanpa bersusah payah yaitu dengan menjadi pekerja seks atau biasa disebu
t sebagai “Ayam Kampus”.
Faktor Pelarian / Kepuasan
Dalam paradigma masyarakat modern seperti sekarang ini, cinta sudah tidak dibutuhkan lagi untuk melakukan seks bebas. Hubungan intim dengan lawan jenis dapat didasari oleh perasaan yang kecewa karena dikhianati oleh kekasihnya. Atau aktifitas ini hanya untuk “ having fun” ( kesenangan sesaat ). Pada kasus seperti inilah biasanya mereka berpikir menjadi “Ayam Kampus” dapat memuaskan hasratnya. Dan bagi pribadi yang datang dari keluarga menengah keatas, materi atau uang bukanlah persoalan,tetapi kepuasanlah yang mereka cari. Kebutuhan manusia yang tidak pernah terpuaskan itulah yang mendorong mereka untuk mencari kepuasan tersendiri yaitu dengan jalan melacurka harga diri dan masa depannya.
Faktor Kurangnya Perhatian / Kontrol Orang tua
Untuk menuntut ilmu di perguruan tinggi baik negeri maupun swasta banyak mahasiswa yang harus tinggal dirumah kost. Maka mereka mau tidak mau harus beradaptasi ditempat tinggal yang baru, seperti tinggal dilingkungan baru, teman baru dan situasi yang sama sekali berbeda dari daerah asalnya. Dan secara otomatis mereka jauh dari orang tua, hal inilah yang nantinya menjadi pemicu karena dilingkungan yang baru ini biasanya mereka bebas melakukan apa saja tanpa ada pengawasan dan control dari orang tua mereka. Mereka bebas berpikir, bebas berbuat dan bertindak,bebas bergaul dengan siapa saja. Dari sinilah faktor untuk menjadi “Ayam Kampus” sangat berpengaruh, karena mereka menganggap jauh dari orang tua maka bebas untuk melakukan segala hal, yang kemudian secara tidak sadar langsung mereka akan mencari perhatian diluar yaitu dengan om-om berduit yang bisa memberikan perhatian sekaligus memberikan apa saja yang mereka inginkan.
Model operasi “Ayam Kampus”dalam melakukan praktiknya hampir sama dengan PSK (Pekerja Seks Komersial) ataupun waria, tapi bedanya para “Ayam Kampus” tidak mangkal dijalan-jalan yang menurut PSK daerah yang strategis. Dalam beroperasi “Ayam Kampus” sangat rapi demi menjaga nama baik identitasnya dan dalam menjamu konsumennya mereka sangat profesional. Mereka melakukan itu semua diluar jam-jam kuliah dan dilakukan secara tersamar dilingkungan kampusnya. Biasanya mereka sangat ketat dan berhati-hati dalam menentukan konsumen, karena mereka juga menjaga identitasnya kecuali identitasnya sebagai mahasiswinya yang sengaja dibiarkan untuk sekedar mendongkrak “harga jual” mereka dimata konsumennya.
Ada beberapa model operasi yang biasanya digunakan “Ayam Kampus” dalam mendapatkan konsumen antara lain:
Jalan Sendiri ( individual )
Model ini dijalankan sendiri tanpa broker atau germo yang membawa mereka ke konsumen. Biasanya Ayam Kampus dengan model ini dapat dijumpai diklub-klub malam, diskotik dan sejenisnya. Mereka sangat selektif dalam memilih pasangan kencannya, karena mereka tidak ingin sembarang orang, dan biasanya mereka lebih memilih eksekutif muda yang keren dan tajir. Proses awalnya pun persis seperti orang berkenalan biasa, kemudian mereka lanjutkan diluar seperti cek in di hotel atau tempat yang membuat mereka happy. Tapi sebelum mereka berkencan, mereka melakukan transaksi dan apabila sudah disepakati barulah mereka pergi. Hanya saja setelah itu tidak dilanjutkan dengan komitmen apapun “just for having fun”.
Menggunakan Penghubung
Jam praktik mereka biasanya selepas kuliah. Penampilanya lazim dan biasa, tidak mencolok dan norak seperti PSK kebanyakan, mereka dandan persis seperti mahasiswi lainnya. Mungkin lebih modis dalam berpakaian dan selalu mengikuti tren. Sedangkan penghubungnya biasanya para sopir taksi atau salon “plus-plus”, dimana mereka tersebut bisa menghubungkan antara jasa “Ayam Kampus” dan konsumennya. Para penghubung pun biasanya sangat hati-hati dalam memilih pelanggan, karena mereka sudah memiliki komitmen dengan si pekerja seks (ayam kampus).
Dengan Broker / Germo
Untuk kelompok ini agak mudah diakses. Dan sangat mungkin, kelompok ini sudah menduplikasikan diri kedalam kelompok pelacuran, tapi bedanya ini khusus bagi mahasiswi yang terjun kedunia prostitusi. Mereka tinggal berkumpul dan sangat tersembunyi, ada yang tinggal menetap dan ada juga yang tinggal pada saat jam-jam boking saja. Pembayaran setelah mereka melakukan kencan dengan system prabayar. Si pemboking biasanya terlebih dahulu dating ke broker / germo atau bisa disebut dengan “mami”, kemudian mereka melakukan transaksi tawar menawar, dan setelah terjadi kesepakatan barulah si pemboking diantar ke sebuah hotel terdekat untuk menemui “Ayam Kampus” tersebut.
Pelakunya, tak melulu Mahasiswi saja. namun ada juga Mahasiswa Laki-laki yang menjalani profesi serupa. tamunya tak melulu straight. Ada juga dari kalangan belok atau Lesbian.
Salah satu ayam kampus Violetta, bukan nama sebenarnya (21)
mengungkapkan pengalamannya. Dia mengaku terjun ke dunia hitam sejak
tahun 2010. Awal mulanya, mahasiswi angkatan 2011 itu mengaku diajak
oleh teman. Wanita berusia 21 tahun tersebut menceritakan awal dirinya mulai
menemani 'om-om' karena ajakan teman satu tongkrongannya. "Kalau lagi
nongkrong sama teman-teman di kampus maupun di luar kampus kan yaa yang
dibahas itu soal om inilah om itulah, terus pejabat ini lah yang minta
'ditemenin' makan, sampai akhirnya aku ditawarin. Terus aku lihat
penghasilannya lumayan juga nih buat nambah-nambahin isi lemari sama
beli gadget baru. Ya akhirnya mau deh," tuturnya. Tak jarang ia menerima tamu dari kalangan dunia Pendidikan, bahkan Dosennya sendiri. Wow!
Beda lagi dengan Robert, bukan nama sebenarnya (21). Ia tak hanya melayani kaum wanita, tapi juga kaum Gay. Hal ini ia lakukan karena Pelecehan Seksual yang pernah dialaminya waktu kecil. Mahasiswa salah satu perguruan tinggi di Surabaya ini juga memiliki jam terbang yang cukup tinggi. pasalnya, ia pernah dibooking hingga ke Singapore. tamunya juga beragam. ada dari kalangan pejabat, hingga pengusaha. Pria dengan tinggi 178cm yang juga berprofesi sebagai model ini mengaku sudah malang melintang sejak dunia SMA. Ia menjaring klientnya melalui Sosial Media dengan gadget yang dimilikinya.
Dengan
merebaknya “Ayam Kampus” disejumlah perguruan tinggi, maka dapat
menimbulkan keresahan masyarakat akan kwalitas daripada perguruan tinggi
tersebut, karena tanpa disadari bahwa telah terjadi praktik prostitusi
disebuah universitas yang notabene adalah tempat proses belajar mengajar
para mahasiswa dengan dosen untuk mendapatkan kemampuan intelektual
yang tinggi dan bermoral baik
Bahkan jika diperhatikan penampilan dan kesehariannya dikampus, mereka terlihat sama dengan mahasiswi-mahasiswi lainnya. Pasar merekapun lebih modern dengan memanfaatkan dunia online dalam menjajakan kenikmatan seks mereka. Prostitusi dunia Online yang sangat terbuka menjadi ladang bagi ayam-ayam kampus menjajakan diri. Ada yang lewat Chat ataupun membuat Profil di Facebook agar si calon pemakai jasa persetubuhan mereka dapat langsung melihat foto maupun jati diri si ayam kampus.
Harga yang dipatok pun pasti lebih mahal dibanding dengan kupu-kupu malam didaerah pelacuran. Entah apa yang menjadi alasan utama beberapa mahasiswi memutuskan untuk terlibat di dunia pelacuran ini. Namun yang seringkali menjadi alasan adalah bahwa mereka harus membayar uang kuliah sendiri, kecewa dengan pacar ataupun korban pemerkosaan saat masih duduk di bangku sekolah dll. Isi tasnya tidak lupa selalu ada kondom dengan berbagai bentuk dan merek agar dapat setiap saat mampu melayani langganan bookingan yang hadir menghampirinya.
Harga untuk setiap bookingan ayam kampus bermacam-macam tergantung dimana dia menuntut ilmu. Ayam kampus dari universitas yang terkenal pasti lebih mahal jika di banding dengan kampus swasta yang biasa2 aja. Namun itu semua tergantung dari cara ayam kampus itu memuaskan pelanggannya. Semakin ayam kampus itu memberikan servis yang memuaskan maka, namnya akan semakin melambung seiring harganya yang juga melambung tinggi.
Bahkan jika diperhatikan penampilan dan kesehariannya dikampus, mereka terlihat sama dengan mahasiswi-mahasiswi lainnya. Pasar merekapun lebih modern dengan memanfaatkan dunia online dalam menjajakan kenikmatan seks mereka. Prostitusi dunia Online yang sangat terbuka menjadi ladang bagi ayam-ayam kampus menjajakan diri. Ada yang lewat Chat ataupun membuat Profil di Facebook agar si calon pemakai jasa persetubuhan mereka dapat langsung melihat foto maupun jati diri si ayam kampus.
Harga yang dipatok pun pasti lebih mahal dibanding dengan kupu-kupu malam didaerah pelacuran. Entah apa yang menjadi alasan utama beberapa mahasiswi memutuskan untuk terlibat di dunia pelacuran ini. Namun yang seringkali menjadi alasan adalah bahwa mereka harus membayar uang kuliah sendiri, kecewa dengan pacar ataupun korban pemerkosaan saat masih duduk di bangku sekolah dll. Isi tasnya tidak lupa selalu ada kondom dengan berbagai bentuk dan merek agar dapat setiap saat mampu melayani langganan bookingan yang hadir menghampirinya.
Harga untuk setiap bookingan ayam kampus bermacam-macam tergantung dimana dia menuntut ilmu. Ayam kampus dari universitas yang terkenal pasti lebih mahal jika di banding dengan kampus swasta yang biasa2 aja. Namun itu semua tergantung dari cara ayam kampus itu memuaskan pelanggannya. Semakin ayam kampus itu memberikan servis yang memuaskan maka, namnya akan semakin melambung seiring harganya yang juga melambung tinggi.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa si pelaku yang notabene dari kalangan terdidik dan tentunya memiliki moral yang baik malah mencemarkan nama institusinya dengan perbuatannya. Mereka tahu bahwa apa yang mereka lakukan adalah hal yang salah. namun seolah mereka membenarkan hal tersebut. Bahkan, dari beberapa penuturan pelaku, beberapa tan\munya juga berasal dari kalangan pendidikan. Miris sekali rasanya. selama ini khalayak selalu mnyalahkan si pelaku praktek prostitusi. Namun disisi lain, tak jarang mereka malah mengkonsumsinya.
Kalau mau jujur, ayam kampus ada di setiap kampus di Indonesia. Inilah fenomena yang harus kita cermati bersama. Jangan sampai tingkat pendidikan tertinggi kita itu menjadi layaknya lokalisasi pelacuran. Peningkatan sistem keamanan dan monitoring harus dilakukan oleh setiap kampus di Indonesia agar kualitas pendidikan kita semakin bersaing.
Ada banyak hal yang harus kita lakukan sebagai beban moral untuk mahasiswi-mahasiswi yang masuk kejurang pelacuran ini. Jangan pandang mereka sebagai seorang pesakitan, namun ke arifan kita untuk memberikan sebuah solusi terbaik bagi merekalah yang diperlukan. Kiranya gambaran ini semua dapat membuka cakrawala berfikir kita mengenai fenomena ayam kampus di dunia kampus Indonesia.
Kalau mau jujur, ayam kampus ada di setiap kampus di Indonesia. Inilah fenomena yang harus kita cermati bersama. Jangan sampai tingkat pendidikan tertinggi kita itu menjadi layaknya lokalisasi pelacuran. Peningkatan sistem keamanan dan monitoring harus dilakukan oleh setiap kampus di Indonesia agar kualitas pendidikan kita semakin bersaing.
Ada banyak hal yang harus kita lakukan sebagai beban moral untuk mahasiswi-mahasiswi yang masuk kejurang pelacuran ini. Jangan pandang mereka sebagai seorang pesakitan, namun ke arifan kita untuk memberikan sebuah solusi terbaik bagi merekalah yang diperlukan. Kiranya gambaran ini semua dapat membuka cakrawala berfikir kita mengenai fenomena ayam kampus di dunia kampus Indonesia.
*hasil interview dengan sejumlah ayam kampus yang ada di Wilayah Surabaya